Dr.(HC) Ir. Soekarno (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno
Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6
Juni 1901 – meninggal
diJakarta, 21
Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966.Ia
memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan
Belanda.Soekarno adalah penggali Pancasila karena ia yang pertama kali
mencetuskan konsep mengenai dasar negara Indonesia itu dan ia sendiri yang menamainya Pancasila. Ia adalah Proklamator
KemerdekaanIndonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi
pada tanggal 17 Agustus 1945.
Soekarno
menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang
kontroversial, yang isinya—berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar
Angkatan Darat—menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan
negara dan institusi kepresidenan.Supersemar
menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis
Indonesia (PKI) dan
mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.Setelah pertanggungjawabannya ditolak
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun
1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada
Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai
pejabat Presiden Republik Indonesia.
Nama
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno
Sosrodihardjo oleh orangtuanya.Namun karena ia sering sakit
maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari
seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaituKarna.Nama "Karna" menjadi
"Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah
menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti
"baik".
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I.,
ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena
menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda)[rujukan?].
Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan
tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh
diubah[rujukan?].
Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
[sunting]Achmed
Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno
kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena
ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan
bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak
mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu
nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah
bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan
nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Denmark dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya
ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa versi lain,
disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para
diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam
upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh
negara-negara Arab.
Kehidupan
Masa
kecil dan remaja
Rumah masa kecil Bung Karno
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi
Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida
Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden
Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali.Nyoman Rai merupakan keturunan
bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan
Raden Soekemi sendiri beragama Islam.Mereka telah memiliki seorang
putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir..Ketika kecil Soekarno tinggal bersama
kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung
hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang
ditugaskan di kota tersebut.Di Mojokerto, ayahnya memasukan
Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.Kemudian pada Juni 1911 Soekarno
dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk
memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS).Pada tahun 1915,
Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke
HBS di Surabaya, Jawa Timur.Ia dapat diterima di HBS atas
bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S.
Tjokroaminoto.Tjokroaminoto bahkan memberi tempat
tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya.Di Surabaya, Soekarno banyak
bertemu dengan para pemimpinSarekat Islam,
organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam
kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai
organisasi dari Budi Utomo.Nama organisasi tersebut
kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918.Selain itu, Soekarno juga aktif
menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Soekarno sewaktu menjadi siswa HBS Soerabaja
Tamat H.B.S. tahun 1920,
Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB)
di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipilpada tahun 1921[9], setelah dua bulan dia meninggalkan
kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali[10] dan tamat pada tahun 1926.[11] Soekarno dinyatakan lulus
ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan
pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia
diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya.[12]Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada
saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita
karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa".[13] Mereka adalah Soekarno,
Anwari, dan Soetedjo[14], selain itu ada seorang lagi dari
Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang.[15]
Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji
Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib
Tjokroaminoto.[4] Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo,
dan Dr. Douwes Dekker,
yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische
Partij.
[sunting]Sebagai
arsitek
Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia
yang juga dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische
Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB)
di Bandungdengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926.[16] [17] [18]
[sunting]Pekerjaan
dan Karya di Bidang Arsitektur
§ Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan
biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan.
Selanjutnya bersama Ir. Roosenojuga merancang dan
membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
§ Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang beberapa
rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota.[19]
[sunting]Pengaruh
Terhadap Karya Arsitektural Semasa Menjadi Presiden
Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa
karya arsitektur yang dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga
perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai Juli pada tahun 1956ke
negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat, dan Swiss.
Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia
secara holistik dan menampilkannya sebagai negara yang baru merdeka[20]. Soekarno membidik Jakarta sebagai wajah (muka) Indonesia
terkait beberapa kegiatan berskala internasional yang diadakan di kota itu,
namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang diharapkan sebagai pusat
pemerintahan di masa datang. Beberapa karya dipengaruhi oleh Soekarno atau atas
perintah dan koordinasinya dengan beberapa arsitek seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono,
dibantu beberapa arsitek junior untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural
juga dibuat melalui sayembara[21]
§ Gedung Conefo [21]
§ Gedung Sarinah [21]
§ Tugu Selamat Datang[22]
§ Monumen Pembebasan Irian Barat[22]
§ Tahun 1955 Ir.
Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang arsitek,
Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk
melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam bangunan dua lantai.
Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara besar-besaran pada
tahun 1966, termasuk pembuatan lantai bertingkat
bagi umat yang melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai
bertingkat untuk melakukan tawaf [18]
§ Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang diresmikan pada tahun 1957 [18]
[sunting]Keluarga
Soekarno
Raden Soekemi Sosrodihardjo
|
Ida Ayu Nyoman Rai
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Soekarno (1901-1970)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Oetari (menikah 1921;berpisah 1923)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Inggit Garnasih (menikah 1923)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Fatmawati (menikah 1943)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Guntur (l.1944)
|
Megawati (l.1947)
|
_Rachmawati_ (l.1950)
|
_Sukmawati_ (l.1952)
|
___Guruh___ (l.1953)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Hartini (menikah 1952)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Taufan (1951-1981)
|
Bayu (l.1958)
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ratna (menikah
1962)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kartika (l.1967)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Haryati (menikah
1963)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yurike
Sanger (menikah 1964)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Totok (l.1967)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Heldy
Djafar (menikah 1966)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
[sunting]Kiprah
politik
[sunting]Masa
pergerakan nasional
Pada tahun 1926,
Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang
merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh
Dr. Soetomo.[4] Organisasi ini menjadi cikal
bakalPartai Nasional
Indonesia yang didirikan pada tahun 1927.[11] Aktivitas Soekarno di PNI
menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929 dan
dipenjara di Penjara
Banceuy, pada tahun 1930 dipindahkan ke Sukamiskin dan
memunculkan pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi),
hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932,
Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan
dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933,
dan diasingkan keFlores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan
oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat
dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernamaAhmad
Hasan.
Pada tahun 1938 hingga
tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan
Jepang pada tahun 1942.
[sunting]Masa
penjajahan Jepang
Soekarno bersama Fatmawati dan Guntur
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945),
pemerintah Jepang sempat tidak memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia
terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini
terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr.
Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang
memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap
organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia.
Disebutkan dalam berbagai organisasi sepertiJawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI,
tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur,
dan lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya
tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk
mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah
tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang
adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan
menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski
sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin
serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan
Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan dasar dasar pemerintahan
Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk
untuk menyingkir ke Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia
yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan
diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang
kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan
Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu
berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang
sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat
wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa
proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan
organisasi bentukan Jepang membuat
Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama
dengan Jepang, antara lain dalam kasus romusha.
[sunting]Masa
Perang Revolusi
Ruang tamu rumah persembunyian Bung Karno diRengasdengklok.
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai
mempersiapkan diri menjelang Proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang
(resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang
menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI,
Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa
Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945;
Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk
oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok.
Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar
Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia,
karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang
sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para
tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang.
Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan
Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan
dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan
turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945,
Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi
presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.
Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa
pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan
bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang
dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip
Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de
facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden
Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi
yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu (di bawah
Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya
dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno
akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta.
Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945
adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single
executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah
menjadi semipresidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai
Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan.
Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat
pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar
Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat
revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting,
terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta
saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil
Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda.
Meskipun sudah ada Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin
Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan
situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin
Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan
sengketa Indonesia-Belanda.
[sunting]Masa
kemerdekaan
Soekarno dan Josip Broz Tito
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan
Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia
Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan
Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun
karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara
kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik
Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai
pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya
kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada
kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer
dan lebih kuat di kalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan
yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai
"kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang memercayai
sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian".
Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh
militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan
Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Soekarno dan John F. Kennedy
Presiden Soekarno juga banyak memberikan
gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955,
mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang
menghasilkan Dasa
Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan
konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang
dicap masih mementingkan imperialisme dankolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran
akan munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban, ketidakadilan badan-badan
dunia internasional dalam penyelesaian konflik juga menjadi perhatiannya.
Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser(Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U
Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India)
ia mengadakan Konferensi Asia
Afrika yang membuahkanGerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak
negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih
banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena
ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat
atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika
yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.[rujukan?]
Guna menjalankan politik luar negeri yang
bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai
negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald
Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
[sunting]Kejatuhan
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah
enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang
dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau
G30S pada 1965.[23][11] Pelaku sesungguhnya dari
peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di
dalamnya.[11] Kemudian massa dari KAMI
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia)
melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura)
yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.[23] Namun, Soekarno menolak untuk
membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).[5][23] Sikap Soekarno yang menolak
membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.[11][5]
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah
Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno.[23] Isi dari surat tersebut
merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu
guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden.[23] Surat tersebut lalu digunakan
oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi PanglimaAngkatan Darat untuk membubarkan PKI dan
menyatakannya sebagai organisasi terlarang.[23] Kemudian MPRS pun mengeluarkan
dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi
TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai
pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden
berhalangan.[24]
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban
mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS.[23] Pidato tersebut berjudul
"Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966.[5] MPRS kemudian meminta Soekarno
untuk melengkapi pidato tersebut.[23] Pidato "Pelengkap
Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967namun
kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.[23]
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno
menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka.[24] Dengan ditandatanganinya surat
tersebut maka Soeharto de facto menjadi
kepala pemerintahan Indonesia.[24] Setelah melakukan Sidang
Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar
Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga
diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.[24]
[sunting]Sakit
hingga meninggal
Makam Presiden Soekarno di Blitar,Jawa Timur.
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak
bulan Agustus 1965.[24] Sebelumnya, ia telah
dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah
menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964.[24] Prof. Dr. K. Fellinger dari
Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno
diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional.[24] Ia masih bertahan selama 5
tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di
RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan
politik.[24][4]Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari
RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi.[24] Sebelum dinyatakan wafat,
pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim
dokter kepresidenan.[24] Tidak lama kemudian
dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar
Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono
Kertopati.[24]
Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai
berikut:[24]
1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam
20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran
berangsur-angsur menurun.
2. Tanggal 21 Juni 1970 jam
03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00
Ir. Soekarno meninggal dunia.
3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha
mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya
dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor,
namun pemerintahan Presiden Soeharto memilih
Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman
Soekarno.[24] Hal tersebut ditetapkan lewat
Keppres RI No. 44 tahun 1970.[24] Jenazah Soekarno dibawa ke
Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan
dengan makam ibunya.[24] Upacara pemakaman Soekarno
dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara.[24] Pemerintah kemudian menetapkan
masa berkabung selama tujuh hari.[24]
[sunting]Peninggalan
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran
Soekarno pada 6 Juni 2001,
maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan prangko "100 Tahun Bung Karno".[8] Prangko yang diterbitkan
merupakan empat buah prangko berlatar belakang bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri
Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia.[8] Prangko pertama memiliki nilai
nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang
kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920-an
terpampang di atasnya. Sementara itu, prangko yang ketiga memiliki nominal
Rp900 serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko
yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal
Rp1000. Keempat prangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak
sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri.[8] Selain prangko, Divisi Filateli
PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan prangko, album koleksi
prangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain
kaus Bung Karno.[8]
Prangko yang menampilkan Soekarno juga
diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008.
Prangko tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro.[25]Penerbitan itu bersamaan dengan
ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia,
Soekarno, ke Kuba.
Nama Soekarno pernah diabadikan sebagai nama
sebuah gelanggang olahraga pada tahun 1958.
Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang
Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan
penyelenggaraan Asian Games IV
tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, kompleks olahraga ini diubah
namanya menjadi Gelora Senayan.
Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada
nama awalnya yaitu Gelanggang
Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa
Bung Karno.[26]
Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di
antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan
Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang
diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati
Soekarnoputri, anak ke tiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf
Habibie meresmikan Universitas Bung
Karno yang secara resmi meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation
and Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.[27]
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki
tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun
nonseni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.[28] Yayasan tersebut didirikan
pada tanggal 1 Juni 1978 oleh
delapan putra-putri Soekarno yaitu Guntur
Soekarnoputra, Megawati
Soekarnoputri, Rachmawati
Soekarnoputri, Sukmawati
Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan
Soekarnoputra, Bayu
Soekarnoputra, dan Kartika Sari
Dewi Soekarno.[28] Pada tahun 2003,
Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta.[8] Di stan tersebut ditampilkan
video pidato Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat" yang disampaikan
di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden.[8] Selain memperlihatkan video dan
foto, berbagai cenderamata Soekarno dijual di stan tersebut.[8] Di antaranya adalah kaus, jam emas,
koin emas, CD berisi pidato Soekarno, serta kartu
pos Soekarno.[8]
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno
mengaku memiliki harta benda warisan Soekarno.[8] Soenuso mengaku merupakan
mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang.[8] Ia pernah menunjukkan
benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu kepada sejumlah
wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor.[8] Benda-benda tersebut antara
lain sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam register
emas JM London, emas putih dengan cap tapal kuda JM
Mathey London serta plakat logam berwarna kuning
dengan tulisan ejaan lama berupa deposito hibah.[8] Selain itu terdapat pula uang
UBCN (Brasil) dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan
Bank Netherland.[8]Meskipun emas yang ditunjukkan oleh
Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas
tersebut.[29]
[sunting]Penghargaan
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri.[30] Perguruan tinggi dalam negeri
yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara lain Universitas Gajah
Mada (19 September 1951), Institut
Teknologi Bandung (13 September 1962), Universitas Indonesia (2
Februari 1963), Universitas
Hasanuddin (25 April 1963), Institut Agama Islam Negeri Jakarta (2
Desember 1963), Universitas
Padjadjaran (23 Desember 1964), dan Universitas Muhammadiyah (1
Agustus 1965).[30] Sementara itu, Columbia University (Amerika Serikat), Berlin
University (Jerman), Lomonosov
University (Rusia) dan Al-Azhar
University (Mesir) merupakan beberapa
universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris
Causa.[30]
Pada bulan April 2005,
Soekarno yang sudah meninggal selama 35 tahun mendapatkan penghargaan dari
Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki.[8] Penghargaan tersebut adalah
penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of
OR Tambo yang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi
emas.[8] Soekarno mendapatkan
penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas
internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi
inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid.[8] Acara penyerahan penghargaan
tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati
Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar